Cerpen
Persahabatan Tiada Akhir
Pagi hari yang cerah pada musim semi di Kota
London. Aku pun bangun tidur, lalu bersiap untuk pergi ke sekolah baruku.
Tiba-tiba ibu memanggilku “Lisa, ayo cepat sarapan. Nanti kamu terlambat pergi
ke sekolah”. “Ya, ibu. Sebentar lagi”, kataku. Setelah selesai sarapan, aku
langsung berpamitan dengan ibu, lalu berangkat ke sekolahku naik sepeda.
Sampai
di sekolah, aku duduk dan bertemu dengan teman sebangkuku. Aku langsung
berkenalan dengan dia.“Perkenalkan namaku Lisa, aku anak baru di sekolah ini.
Nama kamu siapa?”, kataku dengan anak sebangkuku.“Namaku Emma, salam kenal”,
katanya. ‘Tet tet’ bel berbunyi saatnya masuk kelas dan Bu Martha, wali kelasku
masuk ke kelas. “Anak-anak, ini ada murid baru. Dia pindahan dari Kota
Manchester, ayo perkenalkan dirimu”, kata Bu Martha.“Nama saya Lisa, dari Kota
London”, kataku. “Silahkan duduk, Lisa. Sekarang waktunya pelajaran Bahasa
Inggris, bukunya di keluarkan”, kata Bu Martha. Aku pun bahagia sekolah di
London, karena mempunyai guru yang sabar dan sahabat yang baik, seperti Emma.
Bel
istirahat berbunyi, aku bersama Emma pergi ke kantin bersama. Kami memilih
makanan dan minuman yang sama pula. Setelah membayar makanan, kami pun duduk di
depan kelas sambil makan. “Eh, besok main yuk,” cetus Emma. “Oke... main ke
taman pinggir kota, bagaimana? Di sana banyak bunga dan aku ingin mengambil
foto juga,” balasku. “Oke... besok ketemuan depan Cafe Mr. Wales, ya”, balas
Emma lagi. “Oke... ma,” kataku. Tidak lama kemudian, bel berbunyi tanda kelas
sudah masuk. Waktunya pelajaran Bu Jeniffer, guru mata pelajaran matematika. 2 jam
hingga 3 jam pelajaran sudah terlewati, saatnya bel pulang ‘tet tet’. “Sekian
dari pelajaran saya, tolong dipelajari lagi bab. yang saya ajarkan. Selamat
siang” kata Pak Mark, yang mengajar pelajaran IPA pada saat itu. “Selamat
siang, pak “ , balas murid-murid.
Keesokan
harinya, aku pergi ke Cafe Mr. Wales untuk menunggu Emma sambil memesan es
capuccino kesukaanku. Emma pun datang, “eh.,... ayo pergi ke taman “.
“Sebentar, ya. Aku mau makan dulu dari tadi belum sarapan. Kamu cantik pakai
blus merah itu,” kataku sambil tertawa. “Hahahah ya, Lisa. Terima kasih,” balas Emma sambil tertawa juga. Setelah
makan, aku dan Emma pergi ke taman pinggir kota. Disana banyak tumbuh bunga dan
pohon yang aku jarang jumpai di Manchester. Akupun mengambil beberapa foto tanaman
disana. Tak jarang aku meminta Emma untuk memfoto diriku dan Emma memintaku
juga untuk memfotonya. Kami berkeliling taman, sampai-sampai kami lapar. Emma
lalu mengajakku untuk pergi ke restoran milik ibunya di dekat taman tersebut.
“Halo,
selamat siang, Emma. Ini siapa Emma?” tanya Ibu Emma. “Ini teman sekelasku bu,
dia pindahan dari Kota Manchester. Namanya Lisa”, balas Emma. “Nama saya Lisa,
bu,” kataku sambil bersalaman dengan ibunya Emma. “Ya, senang bertemu denganmu,
Lisa. Mau pesan apa, nak?” tanya Ibu Emma lagi. “Saya mau pesan sup ayam dan es
lemon saja, bu. Kamu, Ma? “pintaku sambil menawarkan makanan yang akan dipesan.
“Saya pesan spagetti keju dan es teh, bu”. “Ahhh Emma, kamu buat saja sendiri
di dapur,” tawa Ibu Emma. “Ibu, ayolah. Tolong buatkan ya,” rengek Emma. “Ya,
sebentar, nak. Ibu buatkan”,
Makananpun
sudah datang, kami makan. “haduh... kenyangnya, enak masakan ibu kamu. Terima
kasih, ya”. “Terima kasih, Lisa. Buat pujiannya. Sama- sama,” kata Emma sambil
tersenyum. Setelah makan, aku mengajak Emma berkeliling Kota London naik
sepeda, melewati BigBang.
Berhari
– hari bahkan berbulan-bulan aku berteman dengan Emma sampai dengan SMA pun
kami selalu bersama. Pergi ke mana pun selalu bersama, hingga pada suatu hari
aku tidak masuk sekolah karena sakit panas selama 3 hari. Pada saat itulah aku
dijenguk oleh Emma dan Ibunya. “Kamu sakit apa, Lisa?” tanya Ibu Emma. “Dia
sakit panas bu, sudah 3 hari ini dia belum sembuh”, balas ibuku. “Oh,, ya aku
bawakan buah-buahan ini. Semoga kamu cepat sembuh, ya Lisa. Agar kita bisa
bermain dan berkeliling Kota London tiap hari Minggu,” kata Emma sambil tertawa.
“Terima kasih untuk buah-buahannya,” balasku.
Pada
suatu hari disaat bel istirahat, Emma berkata “yuk kita buat janji”. “Janji
apa?”gumamku. “Ya, janji kalau kita akan bersahabat terus tiada akhir dan tidak
akan pecah apapun yang terjadi, oke. Aku sudah menganggap kamu seperti
saudaraku sendiri”. “Oke, aku juga sudah menganggap kamu seperti saudara
sendiri. Kita adalah teman terbaik, SELAMANYA,” kataku sambil tertawa. Dalam
perjalanan ke kelas, aku masih terbayang oleh kata-kata Emma istirahat lalu,
aku mencoba untuk berfikir positif saja. Menganggap tidak ada yang akan
terjadi. Pelajaran dimulai, 2 jam – 3 jam telah berlalu saatnya pulang. Setelah
sampai di rumah, aku meletakkan tasku lalu mengambil minum. Telingaku masih
terngiang oleh kata-kata Emma, aku mempunyai firasat. Dan aku berusaha untuk
berfikir positif. Tiba- tiba telepon rumahku berbunyi ‘kringg.... kringgg’
ibuku yang mengangkat. “Halo, ini Ibunya Lisa’kan?” tanya si penelpon. “Ya,
benar. Ada apa bu?” balas ibuku. “Saya
Ibunya Emma. Emma telah meninggal karena kecelakaan sepulang sekolah tadi,”
kata si penelpon sambil menangis. “Apa? Oh.. ya terima kasih bu, buat
informasinya,” balas ibuku. “Sama-sama,bu” kata si penelpon
“Lisa,
coba kesini nak. Ibu mau berbicara dengan kamu”. “Ada apa bu? Kok ibu menangis?
Kataku. “Emma telah meninggal nak. Dia kecelakaan tadi siang setelah pulang
sekolah”. “Apa?? “ cetusku sambil bingung dan menangis, aku tidak menyangka
bahwa Emma telah meninggalkanku secepat ini. Ternyata firasatku tadi waktu
istirahat benar, bahwa Emma akan meninggalkanku untuk selama-lamanya. Dan aku
bertemu dengan Emma untuk terakhir kalinya.
Aku
dan ibuku pergi melayat ke Rumah Emma, teman-teman dan seluruh guru pergi ke
sana juga. Aku pun menangis, teringat Emma. Aku berdo’a kepada Tuhan semoga
Emma diterima disisihnya. Dalam perjalanan mengantar Emma untuk ke tempat
peristirahatan terakhirnya, aku diberi surat terakhir dari Emma oleh Ibunya.
Surat itu tertulis, “terima kasih, kawan kau telah memberikan kenangan terakhir
untukku. Tertanda Emma” . Aku pun menangis lagi, “ya sama-sama kawanku, selamat
jalan. Semoga kau diterima disisihnya dan mengenang semua pengalaman yang kita
lakukan bersama dan terakhir kalinya. Terima kasih juga Emma, kau telah menjadi
teman terbaik dalam hidupku. Untuk SELAMANYA dan persahabatan ini memang tiada
akhir, ” kataku dalam hati sambil tersenyum.
Comments
Post a Comment